Bangkitkan Kembali Gerakan Membaca Secara Konservatif

Budaya membaca buku secara konservatif dinilai bisa menjadi cara efektif untuk membendung berbagai konten negatif yang beredar di media sosial. Untuk itu, gerakan membaca buku harus kembali dibangkitkan, terutama sejak usia dini.

Jika dalam buku ada konten negatif, itu mudah dikontrol. Sebaliknya, konten di media sosial sulit dikontrol. Jadi, tidak ada pilihan lain yaitu harus mengembalikan cara membaca konservatif pada masyarakat dengan kembali membaca buku. Ditengah banjirnya informasi di media sosial, masyarakat perlu diimbangi dengan konten yang diperoleh dari buku bacaan. Karena itu,  gerakan literasi terutama pada anak usia dini diperlukan untuk mendidik anak kembali mencintai buku, bukan gawai (Muhadjir Effendy, kompas.id/18/05/2018).

Gerakan Membaca Secara Konservatif
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Budaya berupaya meningkatkan gerakan literasi nasional, antara lain melalui program perpustakaan bergerak dan pembentukan sejumlah direktorat terkait. Namun demian Kemendikbud tidak bisa bekerja sendiri. Para pegiat dan penggerak literasi didorong untuk menjadi garda depan serta ujung tombak dalam gerakan literasi nasional.

Berdasarkan studi Most Littered Nation in the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State University, Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia diatas Botswana (61) dan di bawah Thailand (59).

Selain itu, rendahnya frekuensi membaca orang Indonesia diperlihatkan dari hasil penelitian Perpustakaan Nasional Tahun 2017. Penelitian tersebut menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata 3-4 kali per minggu dengan lama waktu rata-rata 30-59 menit perhari. Buku yang diselesaikan dalam satu tahun rata-rata hanya 5-6 buku.

Gerakan literasi harus semakin diperluas. Buku-buku bermutu harus lebih banyak didistribusikan ke masyarakat di seluruh Indonesia, terutama masyarakat yang berada di daerah pinggiran. Pahan radikalisme dan terorisme yang marak saat ini menegaskan, gerakan literasi harus semakin aktif dalam upaya membangun budaya kritis namun toleran pada perbedaan.(Nirwan Ahmad Arsuka, Pendiri Pustaka Bergerak Indonesia, kompas.id/18/05/2018).

Program donasi buku untuk masyarakat merupakan salah satu kegiatan yang diinisiasi pemerintah bersama organisasi penggerak literasi untuk mendukung gerakan literasi nasional. Sejak Mei 2017 pemerintah telah menunjuk PT Pos Indonesia (persero) sebagai sarana untuk mengirimkan buku donasi ke seluruh Indonesia. Pengiriman  ini gratis dan dilakukan setiap tanggal 17.

Hingga april 2018 sudah ada 25.580 koli buku dengan berat 160 ton yang tercatat di PT. Pos Indonesia. Pengiriman paling banyak berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sementara, buku yang dikirimkan banyak ditujukan ke Nusa Tenggara Timur dan Papua. Membawa buku mendatangi warga adalah cara yang efektif untuk berbagi rasa merdeka, membangun persaudaraan, dan solidaritas di semua kalangan masyarakat.

Dalam menjalankan program gerakan literasi nasional PT. Pos menemui  sejumlah tantangan, yaitu penyaringan pada buku yang dikirimkan oleh relawan. Tidak jarang, ditemukan buku yang mengandung konten berbahaya. Jangan sampai buku yang dikirimkan justru bertentangan dengan tujuan dari program ini unruk meningkatkan toleransi pada masyarakat.

logoblog
Previous Post
Posting Lebih Baru
Next Post
Posting Lama

Post a comment

Copyright © Manajemen Sekolah. All rights reserved.