Adaptasi Kearifan Lokal Naskah ”La Galigo”

Naskah La Galigo mengandung kearifan lokal masyarakat Bugis masa lalu yang dapat diadopsi untuk masa kini. 

Naskah La Galigo dinilai sebagai karya sastra yang mencerminkan kehidupan dan kebudayaan kuno orang Bugis. Naskah itu mengandung kearifan lokal sandang, pangan, dan papan yang bisa diadaptasi dalam kehidupan saat ini.

Kearifan lokal warga soal papan tampak di episode Meong Mpalo Bolongnge pada naskah. Episode itu menceritakan tentang Sangiang Serri atau dewi padi. Sangiang Serri dikenal juga dengan nama Dewi Sri di daerah lain di Indonesia. Sangiang Serri dikisahkan berkelana mencari manusia berbudi baik, kemudian ia akan menjaga lingkungan manusia tersebut. Ia berkelana dengan dikawal seekor kucing hitam loreng.

Dalam perjalanannya, Sangiang Serri sempat disambut baik di kediaman warga yang berupa rumah panggung kayu. Rumah panggung merupakan bentuk rumah yang umum di Sulawesi pada masa lalu.

Keberadaan rumah panggung berhubungan dengan keselamatan manusia saat bencana. Tidak ada korban jiwa saat Mamuju dihantam gempa berkekuatan magnitudo 6,7 pada 8 Januari 1984. [1]

Di sisi lain, Basarnas Mamuju mencatat ada 91 orang tewas. Sebanyak 80 korban tewas adalah warga Mamuju, sedangkan 11 orang lainnya warga Majene. Keduanya adalah daerah terdampak paling parah saat gempa magnitudo 6,2 pada 15 Januari 2021 terjadi (Kompas.id, 22/1/2021).

”Masih banyak rumah panggung berjejer pada 1984. Kini, rumah panggung diganti rumah batu karena warga kesulitan mencari kayu akibat penebangan liar. [1]

La Galigo pun dinilai bukan sekadar sastra warisan nenek moyang terpanjang di dunia. La Galigo juga ensiklopedi orang Bugis yang menggambarkan kehidupan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan tradisional tentang sandang, pangan, papan.

Tradisi Masa Lampau

La Galigo merupakan sastra berbasis tradisi masyarakat masa lampau. Kendati sulit menyebut La Galigo sebagai karya sejarah, naskah itu dinilai tetap sarat sejarah yang bisa dipelajari. Riset arkeobotani masa kini menyebut ada jejak kuno benih padi di wilayah Sulawesi Selatan berusia 4.500 tahun. Di sisi lain, naskah La Galigo menceritakan tradisi pangan masyarakat masa lampau, yakni padi sebagai salah satu sumber pangan. Apa benar La Galigo ditulis pada abad ke-14? La Galigo sudah diceritakan (masyarakat secara lisan) jauh sebelumnya. [2]

Naskah tersebut juga memuat kisah pelayaran. Bila diteliti lebih jauh, kisah itu akan menggambarkan kondisi ekonomi dan politik masyarakat zaman dulu. La Galigo pun dinilai memuat banyak kearifan lokal masyarakat zaman dulu yang belum dieksplorasi. Kearifan lokal itu bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya tentang pelayaran, sejarah, hingga kebudayaan. Salah satu alasan La Galigo belum dieksplorasi lebih jauh adalah karena naskah itu tersebar di sejumlah museum, perpustakaan, hingga koleksi milik individu. Selain di Indonesia, naskah itu juga tersebar di Belanda hingga Amerika Serikat. [3]

Naskah berusia ratusan tahun itu terdiri dari 6.000 halaman atau setara 300.000 baris teks. Naskah ini terbagi dalam 12 jilid dan telah ditetapkan sebagai Memori Kolektif Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Peneliti memperkirakan bahwa 12 jilid naskah itu baru satu per tiga dari naskah asli.

Kebudayaan dapat menjadi inspirasi menghadapi tantangan masa kini, misalnya perubahan iklim. Namun, adopsi kearifan masa lalu mesti dilakukan secara selektif. Ini karena kearifan tersebut belum tentu relevan dengan masa sekarang. [4]

-------------------

[1]. Nurhayati Rahman (Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin) kompas.id/03/12/2021

[2]. Anom Astika (sejarawan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) kompas.id/03/12/2021

[3]. Horst Liebner (sejarawan maritime) kompas.id/03/12/2021

[4]. Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) kompas.id/03/12/2021

logoblog
Previous Post
Posting Lebih Baru
Next Post
Posting Lama

Post a comment

Copyright © Manajemen Sekolah. All rights reserved.