Sekolah perlu menegaskan kembali komitmen pelarangan kekerasan dalam segala bentuk yang diiringi dengan pemastian mendidik siswa berpikir kritis. Ini bertujuan memantapkan pendidikan siswa agar tak bisa dipengaruhi ideologi kekerasan.
Belum semua sekolah memiliki kesadaran memberantas tindak kekerasan di dalam sistem pengajaran, pergaulan, dan birokrasi. Kekerasan yang dimaksud berupa metode pendisiplinan siswa yang mengandung kekerasan vebal, psikologis, dan fisik, hingga kebiasaan mengejek orang-orang yang berasal dari latar belakang agama, golongan ekonomi, suku bangsa, dan ras yang berbeda. Kebiasaan ini seringkali dilakukan tanpa sadar dan dibiarkan [1].
Butuh komitmen segenap guru dan tenaga kependidikan untuk memastikan tidak seorangpun dilingkungan sekolah boleh melakukan kekerasan dan penghakiman terhadap orang lain. Selain meninggalkan segala bentuk kekerasan, sekolah harus mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Caranya dengan memberi pemahaman alasan kekerasan membawa manfaat tidak baik kepada individu maupun masyarakat pada umumnya [1].
Apabila bisa berpikir kritis, siswa tidak mudah terbujuk ajakan berbuat kekerasan ataupun menjelek-jelekkan orang lain. Siswa memiliki kemampuan memilah dan memilih informasi. Mereka bisa mempertanyakan hal-hal yang menurut mereka tidak sesuai dengan azas berbangsa dan bernegara. Selain itu sekolah juga harus membuka ruang-ruang pertemuan antarsiswa yang berbeda latar latar belakang. Kerjasama antar sekolah sangat penting.
Sudah banyak peraturan mengenai pencegahan tindak kekerasan di sekolah, pendidikan karakter, serta pengadaan ekstrakurikuler. Apabila aturan-aturan tersebut dijalankan oleh guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah, tidak akan ada celah lagi ideologi kekerasan untuk menyusup ke dalam lingkungan sekolah [2]
Masyarakat dihimbau agar melakukan pengawasan ketat terhadap lembaga-lembaga pendidikan guna memastikan sekolah tidak menyimpang dari tujuannya sebagai pusat pendidikan. Masyarakat jangan segan melapor jika menemukan sekolah bertindak diskriminatif ataupun melakukan pembiaran terhadap ideologi ekstrem. Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten Kota sebagai pengelola guru juga harus memberi sanksi tegas. Bisa mulai dari teguran hingga pemecatan [2].
Tahun 2018 ada 17.000 dari 180.000 guru pendidikan Agama Islam yang mengikuti pelatihan. Selanjutnya pelatihan akan diturunkan ke tingkat kabupaten/kota. Pengajaran agama harus tuntas, Apabila dipahami menyeluruh, tujuan beragama ialah menciptakan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Pada tingkat pendidikan tinggi, Kemenag mengadakan ma'had jamiyah dengan mengajak dosen-dosen pendidikan agama turun tangan. Harapannya, kegiatan ekstrakurikuler yang mengandung ideologi transnasional bisa ditangkal.
---------------------------------
- Karina Adistyana (Psikolog pendidikan Universitas Katolik Atma Jaya), kpmpas.id/18/05/2018
- Hamid Muhammad (Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) kompas.id/18/05/2018