Teori - Teori Belajar

Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku yang merupakan akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar itu merupakan proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan, aik latihan laboratorium maupun dilingkungan alamiah. Belajar bukan sekadar mengumpulkan pengetahuan, tetapi merupakan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Pengaruh lingkungan dan potensi dasar yang dibawa manusia sejak dilahitkan merupakan suatu hal mendapat penekanan dalam beberapa teori dan konsep belajar. Potensi adalah unsur yang biasanya merupakan suatu kemampuan umum. Manusia secara genetis sejak lahir telah dilengkapi dengan suatu organ yang disebut kemampuan umum yang bersumber dari otak . Struktur otak telah ditentukan secara biologis. Fungsinya sangat dipengaruhi oleh interaksi manusia dengan lingkungannya (Semiawan, 1977). Dengan demikan, jika lingkungan berpengaruh positif bagi dirinya, kemungkinan besar potensi yang ada tersebut mampu berkembang secara optimal.

Teori belajar Behavioristik dengan teori belajar kognitif
Teori Belajar
Otak terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sebelah kanan dan sebelah kiri (right hemisphere and left hemisphere). Kedua bagian tersebut disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua bagian otak tersebut mempunyai fungsi, tugas, serta tanggapan (respon) yang berbeda dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan. Saat manusia belajar, belahan otak kanan berfungsi menangkap segala hal yang bermakna, kreatif, dan imajinatif.

Sementara itu, belahan otak kiri berfungsi untuk mengamati hal-hal logis, linier, dan teratur. Dalam kegiatan belajar, kedua belahan otak itu sebaiknya berfungsi secara seimbang. Jadi dalam konsep belajar terkandung implikasi memfungsikan aspek nalar, logis, serta kreatif. dalam kegiatan belajar, bagian terpenting adalah proses, bukan hasil atau produk. Ini mengungkapkan bahwa pemahaman hasil belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, sedangkan orang lain hanya sebagai perantara atau penunjang dalam pelaksanaan kegiatan belajar.

Pada hakikatnya, proses belajar merupakan kegiatan mental tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat disaksikan dengan kasat mata. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan sekadar adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Contohnya, ketika seorang siswa secara kasat mata terlihat memperhatikan secara seksama sambil mengangguk-anggukkan kepala sewaktu guru menjelaskan suatu materi pelajaran, belum tentu murid tersebut terlibat dalam proses belajar.

Tingkah lakunya tersebut mungkin bukan karena ia sedang memperhatikan pelajaran serta paham apa yang disampaikan oleh guru. Akan tetapi, karena terkagung-kagung oleh penampilan atau cara guru berbicara. Saat ia ditanya tentang apa yang disampaikan oleh guru, ia tidak mengerti apa-apa.  Siswa yang demikan pada hakikatnya tidak belajar karena tidak menampatkan gejala-gejala perubahan tingkah laku. Sebaliknya saat ada siswa yang seakan-akan tidak memerhatikan, misalnya terlihat mengantuk atau acuh tak acuh, belum tentu ia tidak sedang belajar.

Mungkin saja secara mental ia sedang mencerna apa yang disampaikan guru sehingga ketika ditanya ia bisa menjawab dengan benar semua pertanyaan. Berdasarkan adanya perubahan tingkah laku yang ditimbulkan tersebut, kita yakin bahwa sebenarnya ia sudah melakukan proses belajar.

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku. Kita perlu memahami secara teoritis bagaimana terjadinya perubahan tingkah laku tersebut. Banyak teori yang membahas tentang terjadinya perubahan tingkah laku. Namun demikian, setiap teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia yang dikemukakan oleh  John Locke dan Leibnitz.

John Locke berpandangan bahwa manusia itu merupakan organisme yang pasif. Berdasarkan teori tabularasanya, Locke menganggap manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apapun kertas itu sangat bergantung kepada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia itu, muncul aliran teori belajar behavioristik-elementaristik.

Pendapat Leibnitz berbeda dengan pandangan Locke. Ia menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber dari semua kegiatan . Pada hakikatnya, manusia bebas untuk berbuat. Manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini, tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan hakikat manusia menurut pendapat Leibritz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-holistik.

Berdasarkan konsep yang berbeda dalam menjelaskan terjadinya perilaku, kedua teori tersebut memiliki perbedaan pula. Perbedaannya seperti dapat disimak berikut.

Teori Belajar Behavioristik
  • Mementingkan pengaruh lingkungan
  • Mementingkan bagian-bagian
  • Mengutamakan peranan reaksi
  • Hasil belajar terbentuk secara mekanis
  • Dipengaruhi olehpengalaman masa lalu
  • Mementingkan pembentukan kebiasaan
  • Pemecahan masalah dilakukan dengan cara trial and error
Teori Belajar Kognitif
  • Mementingkan apa yang ada di dalam diri
  • Mementingkan keseluruhan
  • Mengutamakan fungsi kognitif
  • Terjadi keseimbangan di dalam diri
  • Tergantung kepada kondisi saat ini
  • Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
  • Pemecahan masalah didasarkan kepada insight kepada insight
Daftar Pustaka :
Yana Wardhana. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung: PT. Pribumi Mekar.

    logoblog
    Previous Post
    Posting Lebih Baru
    Next Post
    Posting Lama

    Post a comment

    Copyright © Manajemen Sekolah. All rights reserved.