Gerakan Literasi Bukan Sekadar Baca-tulis

Gerakan literasi terus berkembang di tengah masyarakat. Namun, pengertian literasi perlu dimaknai lebih dari sekadar mampu beraksara atau baca-tulis. Dialog yang terjadi setelah proses membaca dinilai lebih berdampak pada terbentuknya tradisi membaca, terutama pada anak usia dini. Masyarakat yang terliterasi itu bukan hanya bisa membaca dan menulis, melainkan bisa memanfaatkan informasi dari bahan bacaannya untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari.

Untuk bisa membentuk masyarakat yang terliterasi berarti harus menumbuhkan tradisi membaca dulu. Sejak dini harus sudah dibiasakan dengan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca bukan hanya sekadar memberikan buku ke anak, melainkan bagaimana dialog terjadi antara anak dan orangtua setelah proses membaca dilakukan.

Literasi bukan sekadar baca tulis

Dialog secara sederhana bisa dilakukan dengan menanyakan apa asi dari buku yang dibaca oleh anak ataupun berdiskusi mengenai tokoh yang diceritakan dalam buku. Praktik yang baik dalam literasi adalah proses pemberdayaan yang sifatnya dialogis, tidak monolog.

Dalam kaitannya dengan buku harus dipahami bahwa buku bukanlah benda mati, melainkan benda hidup yang dihidupkan oleh dialog. Dialog antara anak yang membaca buku dan orangtuanya untuk mengetahui lebih jauh tentang berbagai hal yang masih menjadi pertanyaan baginya. Inilah inti keliterasian, yang melahirkan pembelajar-pembelajar seumur hidup (Maman, Kompas.id).

Anak bisa dibiasakan dengan buku bacaan sejak masih dalam kandungan. Usia 1 - 7 tahun, anak akan menjadi pembelajar yang aktif. Peran orangtua harus optimal sehingga proses pembelajaran bisa optimal. Hal itu bisa terjadi dari adanya diskusi. Sayangnya orang tua saat ini banyak yang takut untuk dikritisi oleh anaknya. Sebagian orang tua merasa bahwa dirinya yang paling benar dan paling tahu segala hal dibandingkan anaknya.

Prinsip ini yang harus diubah karena bisa menghambat terjadinya diskusi antara orangtua dan anak. Menumbuhkan tradisi membaca pada anak perlu dilakukan secara bertahap. Awalnya mengenalkan berbagai buku bacaan melalui kebiasaan mendongen. Setelah itu, berlanjut pada pemberian buku bacaan yang menarik bagi anak, seperti buku cerita bergambar dan buku cerita interaktif.

Baru setelah usia sekolah dasar, anak dikenalkan dengan buku novel dengan sedikit gambar. Saat anak sudah masuk usia sekolah dasar lebih baik tidak lagi diberikan buku bacaan bergambar. Biarkan anak bisa berfantasi dari buku bacaannya dan menceritakan kembali apa yang dibacanya. Kalau bergambar bisa membatasi cara pandang pada cerita yang dituliskan.

Untuk menumbuhkan tradisi membaca anak, orangtua perlu menjadi figur yang baik. Jika orangtua sendiri belum terliterasi, akan susah membentuk literasi pada anak. Selain itu, dalam proses literasi, anak juga butuh kompetitor. Untuk itu, proses diskusi menjadi sangat penting. Selain orang tua, ada dua segmen lain yang dapat menumbuhkan literasi pada anak, yaitu sekolah dan masyarakat. Jadi, ketiga hal ini, yaitu orangtua, sekolah,  dan masyarakat, perlu bersinergi.

logoblog
Previous Post
Posting Lebih Baru
Next Post
Posting Lama

Post a comment

Copyright © Manajemen Sekolah. All rights reserved.